Kamis, 23 September 2010

matamu masih lesatkan sinar


tergelanyuti bayangmu...
hanyalah aku bisa hadir dalam ruang kosongku

serba serbi kabarmu
sejak mentari dhuha
tak lagi terdengar di telinga

matamu masih lesatkan sinar tatap dimataku
auramu terasa menjelma sentuhan bayu
menemani dan mewarnai tafakur kehilanganku

aku menginginkan hadirmu menjadi
seperti pagi
dengan mentari dan mekar melati

seperti embun
dengan sejuta sejuk

sebagai puisi iftirosy pencarian
sepenuh kefanaan

vanera el_arj
wonoyoso.19.09.2007

Rabu, 22 September 2010

syair Maulana Rumi


salam sastra bung....

bagaimanapun kita tak bisa pungkiri islam adalah agama yang begitu menghargai keindahan,,,
dalam bidang apapun...
salah satunya dalam sastra, terbukti sang rumi mengolah kata-kata hatinya teruntuk sang (kekakasihnya)
begitu anggun,,,,

nah pengen ngerti kan siapa sebenarnya rumi???
dan gimna rumi bersajak???
simak ni sedikit aja ga usah banyak- banyak,,,,ntar malah mabok kalo kebanyakan,,,,hehehehe


Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri (Jalaluddin Rumi) atau sering pula disebut dengan nama Rumi adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang saleh, mistikus yang berpandangan ke depan, seorang guru yang terkenal di Balkh. Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.



Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-Matsnawi al-Maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio.



Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan bahwa Tuhan, sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.



Ciri khas lain yang membedakan puisi Rumi dengan karya sufi penyair lain adalah seringnya ia memulai puisinya dengan menggunakan kisah-kisah. Tapi hal ini bukan dimaksud ia ingin menulis puisi naratif. Kisah-kisah ini digunakan sebagai alat pernyataan pikiran dan ide.



Banyak dijumpai berbagai kisah dalam satu puisi Rumi yang tampaknya berlainan namun nyatanya memiliki kesejajaran makna simbolik. Beberapa tokoh sejarah yang ia tampilkan bukan dalam maksud kesejarahan, namun ia menampilkannya sebagai imaji-imaji simbolik. Tokoh-tokoh semisal Yusuf, Musa, Yakub, Isa dan lain-lain ia tampilkan sebagai lambang dari keindahan jiwa yang mencapai ma'rifat. Dan memang tokoh-tokoh tersebut terkenal sebagai pribadi yang diliputi oleh cinta Ilahi.



Tak ada makhluk hidup didunia ini yang kekal, dan semuanya pasti akan kembali kepada-Nya. Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya. Malam wafatnya beliau dikenal sebagai Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari wafatnya beliau.



Kala kucari damai,
Dialah penolong sejati
Kala kupergi berperang,
Belati, itulah dia;
Kala kupergi ke pertemuan,
Dialah anggur dan manisan
Kala aku ke taman,
Keharuman, itulah dia.
Kala aku ke pertambangan,
Dialah batu delima di sana
Kala aku menyelam di lautan,
Dialah mutiara
Kala aku ke gurun,
Dialah taman di sana
Kala aku ke langit,
Dialah bintang terang
Kala kutulis surat
Ke sahabat-sahabat tercintaku
Kertas dan tempat tinta,
Tinta, pena, itulah dia
Kala kutulis syair,
Dan kucari kata bersajak
Yang membentangkan sajak-sajak,
Dalam pikiranku, itulah dia!

Hidup adalah perjalanan yang mengakibatkan keterpisahan demi kemanunggalan:

Duhai, kalau pohon bisa berkelana
Dan bergerak dengan kaki dan sayap!
Tentu ia tak akan menderita karena ayunan kapak
Juga tak akan merasakan pedihnya gergaji!
Karena kalau mentari tidak berkelana jauh
Menembus malam
Mana mungkin setiap pagi
Dunia akan cerah ceria?
Bila air samudra
Tidak naik ke langit
Mana mungkin tumbuh-tumbuhan akan tersuburkan
Oleh irigasi dan hujan yang lembut?
Tetes air yang meninggalkan negerinya,
Samudera, dan lalu kembali
Mendapati tiram sedang menanti
Dan tumbuh menjadi mutiara

Tidakkah Yusuf meninggalkan ayahnya,
Dalam sedih dan air mata dan putus asa?
Tidakkah lewat perjalanan itu
Dia peroleh kerajaan dan kemenangan?
Tidakkah Nabi pergi
Ke Madinah yang jauh, sobat?
Di sana didapatinya kerajaan baru
Dan perintahnya seratus negeri
Kalau tak punya kaki untuk berkelana,
Berkelanalah ke dalam dirimu,
Dan bak tambang batu delima
Terima jejak sinar mentari!
Perjalanan seperti itu
Akan membawa dirimu,
Mengubah debu jadi emas murni!
Tinggalkan pahit dan cuka,
Pergilah ke manis!
Sebab air laut pun membuahkan
Seribu jenis buah
Matahari Tabriz itulah
Yang menampilkan karya amat bagus itu,
Karena pohon jadi indah
Kala disentuh mentari.


Dan inilah syair doa yang mencerminkan ketakjuban yang tak kunjung henti terhadap Tuhan Yang Maha Agung:

Jika Dikau tak karuniakan jalan,
Ketahuilah bahwa jiwa pasti tersesat:
Jiwa yang hidup tanpa-Mu
Anggaplah itu mati!
Jika Dikau perlakukan dengan buruk hamba-hamba-Mu,
Jika Dikau mencerca mereka, Tuhan,
Dikaulah Raja – tak soal
Apa pun yang Dikau lakukan,
Dan jika Dikau menyebut matahari,
Rembulan indah itu “kotor”
Dan jika Dikau katakana si “jahat”
Adakah rampingnya cemara nun di sana itu,
Dan jika Dikau katakana Takhta
Semua alam itu “rendah”
Dan jika Dikau sebut lautan
Dan tambang emas “fakir lagi miskin”
Itu sah saja,
Sebab Dikaulah Yang Maha Sempurna:
Dikaulah satu-satunya yang mampu
Menyempurnakan segala yang fana!


nah udahkan???
dach mudeng???
kalo belum simak lagi di episode yang selanjutnya,,,,


salam sastra bung....

Minggu, 19 September 2010

"buta"

tambah buta fikiranku ketika

terlalu banyak


orang2 berkata-kata bijak,,,,
bak para penyair

atau syaikh,,,,
tidakkah mereka tahu
apa yang mereka ujarkan?
atau karena hati mereka tlah membatu?

...ku selalu dengar
alam ini menangis,,,,

hanya karena
mereka terlalu banyak berceracau..

vanera el_arj 2010

anyam-anyaman

Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjlog samudra


Gandheng rendhengan
jejering rendheng
Reroncening kembang
Kembang temanten

Mantene wus dandan dadi dewa dewi
Dewaning asmara gya mudhun bumi




Anut runtut tansah reruntungan
Munggah mudhun gunung anjlog samudra

Gandheng rendhengan
jejering rendheng
Reroncening kembang
Kembang temanten

Mantene wus dandan dadi dewa dewi
Dewaning asmara gya mudhun bumi


Ela mendhung,
bubar mawur,
mlipir-mlipir,
gya sumingkir
Mahargya dalan temanten
Dalanpun dewa dewi

Swara trompet, ting celeret, arak-arak, sigra-sigrak,
Datan kendat, anut runtut, gya mudhun bumi..


hehehehe bagus kan plend...???



Demokrasi

Pengen tahu gan tingkah edan sujiwo??? hehehehehehe,,,,cuma bercanda kok...tapi inspiratif juga kok,,,,simak yuk gimana sujiwo berkelakar tentang demoktrasi....???????? tapi jangan asl ya klo agan atau njenengan nulis nulis,,,,hehehehe,,,,bebas kok,,,,, met maos aja,,,,hahahahahaha




Lirik Lagu Sujiwo Tedjo – Demokrasi


G: Duh bocah ayu tutwuria lagu kang mau
M: Kawulo nuwun punopo kang mekaten
G: E lha… lha kok beda
M: Pundi to kang
benten
G: Bedane swarane pungkase kowe ora ngene

G: Coba baleni nulad lagu kang mau kae
M :Kawula nuwun punapa kang mekaten
G: Ee.. Lha mekso beda
M: Pundi to pundi to ingkang taksih benten
G: Bedane pungkasane kowe ora ngene
G: Sepisan baleni lagu kang pungkasan
M: Kawula nuwun punapa kang ngaten
G: E tobil jebule kowe mekso beda
M: Kawula nuwun ingkang benten sinten
G: Sliramu kang beda…
Koor: Hip ho! Ha hip ho! Hip ho! Ha hip ho!
Solo.
G: E… lha kae neng awang-awang keh mega-mega
Yen… tak sawang beda-beda swara ora ala malah becik
Nadyan kowe beda
Kula nyuwun duka
Ora uasah nyuwun duka…
G: Duh bocah bagus tutwuria lagu kang mau
M: Kawulo nuwun punopo kang mekaten
G: E lha… lha kok beda
M: Pundi to kang benten
G: Bedane swarane pungkase kowe ora ngene
G: Coba baleni nulad lagu kang mau kae
M :Kawula nuwun punapa kang mekaten
G: Ee.. Lha mekso beda
M: Pundi to pundi to ingkang taksih benten
G: Bedane pungkasane kowe ora ngene
G: Sepisan baleni lagu kang pungkasan
M: Kawula nuwun punapa kang ngaten
G: E tobil jebule kowe mekso beda
M: Kawula nuwun ingkang benten sinten
G: Sliramu kang beda…

nah gitu agan.... asyik kan???
moga ja manfaat....

gambar

kesendirian


kini kesendirian
bukanlah ketakutan yang terus menghantui
..........setiap detakan masa...
setiap keinginan melaju kepuncak
bagai anak panah yang melesat
kemudian naik ke langit...
kini kesendirian adalah sahabat sejati..
cinta abadi
dan mungkin bahkan ruh setiap nyawa
ditiap lorong jiwa
bukan tenang dan ketenangan
hidup diantara persengketaan batin
sebab ketika cinta jatuh padamu
asmara menyergap membuncahkan birahi
ketika kasih terbelai
manja mengulum asa
kini kesendirian adalah sahabat sejati..
bukan seperti perompak yang mengoyak
atau gigi singa yang memangsa,,,
kesendirian kini,,,
adalah taburan bunga sakura menjelang siang
hujan serbuk para peri
cinta sejati para kekasih
kesendirian kini adalah mirbat
ketentraman para zahid yang kalap
dan kesendirian kini...
selalu menawarkan apapun
bagaimanapun
dalam adanya yang segalanya,,,

vanera el_arj
17/09/2010

manusia dipenuhi dengan
cinta,,,,,
namun misterinya
tak pernah
ada
yang mampu mengungkap
hingga
kiamat,,,
akankah para pejuang cinta
mampu
menjaga kesuciannya??
ikuti episode berikutnya dalam serial,,,,
syair para para penyair kalap....

Laila Majnun


( kisah roman dari negeri arab)


Puji syukur saya bisa berbagi dengan njenengan semua,,,,
oleh karena itu,, saya sedikit inginmenuliskan sebuah cerita yang mungkin tidak asing lagi dikalangan njenengan semua,,,

langsung saja saya persembahkan sebagai pembuka tulisan saya, sebuah cerita tentang kegilaan manusia dikarenakan cinta,,,,


Laila Majnun, sebuah kisah dari cerita rakyat arab, tentang kecantikan seorang gadis bernama Laila, yang menarik hati seorang pemuda, Qais keturunan Bani Amir.

Qais yang semula pandai, gagah dan berasal dari kabilah terhormat, menjadi �majnun� alias gila, karena kasihnya yang tak sampai. Qais, yang tersiksa karena takdir yang selalu memusuhinya, sedang hasrat tak mampu ditundukan hatinya, menjadikan dia lupa akan hakikat hidupnya sendiri. Walau kegilaan yang dialaminya mengilhami tutur bahasa sastra yang indah, dan ketulusan jiwa dalam derita cinta, tetap saja sebutan �majnun� tak dapat ditepisnya.

Kisah tentang Qais dan Laila yang hidup di suatu negeri wilayah tanah Arab. Qais yang berwajah tampan dan Laila yang terkenal akan kecantikannya, yang menjadi dambaan setiap laki-laki. Akhirnya cinta mereka kandas karena adat melarang mereka untuk mengekspresikan gelora cintanya. Maka, tumpah ruahlah segala rasa rindu dan cinta dalam bentuk syair dan puisi yang mengalir menentang takdir mereka.

Suatu ketika Qais memutuskan ikut berniaga ke negeri lain bersama ayahnya agar kelak ia memiliki bekal pengetahuan sendiri tentang perniagaan. Ketika pamit kepada Laila, Qais memberikan seuntai kalung mutiara sebagai tanda kesetiaannya. Qais minta Laila berjanji untuk melepaskan sebuah mutiara dari untaiannya apabila waktu sudah menunjukkan bulan baru. Ia pun berjanji akan kembali sebelum untaian mutiara habis.

Meskipun sangat sedih, Laila merelakan kekasihnya pergi mencari pengalaman.

Sepeninggal Qais, Laila hanya bermenung diri dan menciptakan syair sebagai pelambang rindu. Suatu hari, ayah Laila, Al-Mahdi, pulang ke rumah bersama seorang tamu bernama Sa�d bin Munif, yang diajak menginap. Tamu itu seorang saudagar kaya raya yang berasal dari Irak. Ketika berjumpa Laila, Sa�d bin Munif langsung jatuh cinta dan melamar Laila kepada ayahnya. Tanpa sepengetahuan Laila, Al-Mahdi menerima lamaran tersebut karena tergiur oleh mas kawin 1.000 dinar dan harta kekayaan Sa�d bin Munif. Laila tak berdaya melawan perintah ayahnya karena adat memang menyatakan bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan. Sementara itu, Qais yang telah memasuki bulan ke-9 ikut berniaga ke negeri-negeri seperti Damsjik, Jerusalem, Hims, Halab, Anthakijah, Irak, Koefah, hingga Basrah tidak dapat lagi menahan rindunya terhadap Laila. Wajahnya tampak muram dan badannya semakin kurus. Ayah Qais melihat kesedihan anaknya dan menanyakan ada apakah gerangan yang telah mengganggu pikirannya. Akhirnya Qais berterus terang tentang kisah cintanya dengan Laila. Demi mendengar penuturan anaknya, Al-Mulawwah memutuskan segera kembali ke kampung halamannya dan berjanji akan melamar Laila untuk Qais. Ketika sampai kampung halaman, Al-Mulawwah bergegas menemui ayah Laila dan menawarkan 100 unta sebagai pengganti uang 1.000 dinar yang telah diberikan Sa�d bin Munif. Akan tetapi, dengan sombongnya, ayah Laila menolak lamaran Al-Mulawwah. Tak berapa lama kemudian, pesta perkawinan Laila dan Sa�d bin Munif diselenggarakan secara besar-besaran. Maka, hancur luluhlah hati Qais. Tak ada satu obat pun yang bisa menyembuhkan sakitnya ini, meskipun orangtuanya telah mendatangkan banyak tabib ternama. Sejak itu Qais tidak mau berbicara kepada orang lain, ia sibuk dengan dirinya sendiri dan sering kali terlihat berbicara sendiri. Karena perilaku aneh inilah orang sekampungnya memanggil Qais dengan Majnun, yang berarti kurang sempurna pikirannya.

Akan halnya Laila, meskipun kini telah menjadi istri Sa�d bin Munif, ia tetap mencintai Qais. Menurut Laila, secara fisik ia boleh menjadi istri Sa�d bin Munif, tetapi jiwanya tetap untuk Qais. Dalam ungkapannya, di dunia Qais dan Laila bukanlah pasangan suami istri, tetapi di akhirat mereka menjadi pasangan abadi. Karena tak kuat menanggung penderitaan cinta ini, Laila sakit dan selalu memanggil nama Qais. Akhirnya Qais pun dipanggil untuk menemui Laila. Ketika mereka bertemu, Laila memberi pesan terakhir bahwa mereka akan bertemu nanti di akhirat sebagai sepasang kekasih. Demi melihat kekasihnya meninggal, putus asalah Qais. Tak ada lagi keinginannya untuk hidup. Sehari-hari kerjanya hanya duduk di pusara Laila hingga akhirnya Qais meninggal. Maka, jasad Qais pun dibaringkan di samping pusara Laila.

Kira-kira 10 tahun kemudian, beberapa musafir menziarahi kubur mereka berdua. Di atas kedua pusara itu telah tumbuh dua rumpun bambu yang pucuknya saling berpelukan. Maka, masyhurlah kisah ini sebagai kisah Laila-Majnun.

Nah begitulah gan cerita cinta seorang qois,,,,,
semoga kita bisa mengambil uang di bank bersama-sama kalo yang punya ya,,,,,,
hehehehehehe

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger